
Adamanews, Jakarta – Massa pedemo dokter dan tenaga kesehatan (nakes) yang menggelar aksi menolak pengesahan RUU Kesehatan telah membubarkan diri.
Pantauan CNNIndonesia.com sekitar pukul 13.15 WIB, ratusan massa aksi membubarkan diri dengan tertib dan meninggalkan halaman Gedung DPR-MPR, Jakarta.
Adapun lalu lintas dari Jalan Gatot Subroto menuju arah Slipi terpantau ramai lancar.
Tampak beberapa aparat kepolisian juga membereskan kawat duri yang sebelumnya terpasang di gerbang masuk DPR.
Aksi itu telah berlangsung sejak pagi sekira pukul 09.30 WIB. Ratusan massa aksi hadir sebelumnya diprediksi sekitar 5.000 hingga 10.000 orang.
Mereka berasal dari lima organisasi profesi kesehatan. Kelima itu ialah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
Aksi ini merespons rencana DPR yang bakal mengesahkan RUU Omnibus Law Kesehatan menjadi Undang-undang pada rapat paripurna pada Selasa (11/7) hari ini.
Setidaknya terdapat 6 poin alasan mereka tak mendukung RUU Kesehatan.
Pertama, mereka menilai RUU Kesehatan dinilai berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum terkait organisasi keprofesian baik kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, kebidanan, dan apoteker.
Sebab menurut mereka dalam RUU ini, sembilan undang-undang yang terkait keprofesian dan kesehatan dihilangkan. OP menilai penghapusan undang-undang yang secara khusus atau lex specialis mengatur tentang keprofesian itu akan berdampak pada kepastian hukum profesi.
Mereka menganggap RUU itu belum bisa menjamin perlindungan dan kepastian hukum tenaga medis atau kesehatan. Kedua, OP menganggap RUU ‘Sapu Jagat’ itu telah menghapuskan anggaran pembiayaan nakes yang sebelumnya sebesar 10 persen tertuang dalam APBN dan APBD.
Ketiga, OP mengatakan pasal terkait aborsi dalam RUU Kesehatan dapat berpotensi meningkatkan angka kematian. Sebelumnya, pasal aborsi mengatur maksimal 8 minggu. Akan tetapi, dalam RUU ini aborsi diperbolehkan hingga 14 minggu.
(sumber : cnnindonesia.com)