
Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini (Ist)
Adamanews.com – Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini meminta tambahan anggaran Rp11,58 triliun menjadi Rp89,4 triliun dari pagu indikatif 2024, Rp77,82 triliun.
Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mengatakan usulan penambahan anggaran itu diajukan lantaran pagu indikatif 2024 kementeriannya turun dibandingkan tahun ini.
“Pagu indikatif 2024 Kementerian Sosial sebanyak Rp77.828.866.946.000, atau turun sekitar Rp350 miliar dari pagu 2023,” kata Risma dalam keterangan tertulis, Jumat (9/6).
Salah satu program yang menjadi sorotan adalah program Rumah Sejahtera Terpadu yang mengalami penurunan target dan anggaran lebih dari 50 persen dibanding 2023.
Risma menjelaskan pada pagu indikatif 2024, Rumah Sejahtera Terpadu dianggarkan Rp32 miliar dengar target 1.500 Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Jumlah itu dua kali lipat lebih kecil dibanding 2023 di mana Rumah Sejahtera Terpadu dianggarkan diterima oleh 3.250 KPM dengan anggaran Rp67 miliar.
Anggota Komisi VIII pun menyayangkan pengurangan program Rumah Sejahtera Terpadu lantaran manfaatnya sangat dirasakan.
Anggota Komisi VIII dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Iskan Qolba Lubis mengatakan anggaran Rumah Sejahtera Terpadu tidak semestinya dikurangi. Namun, seharusnya justru ada penambahan. Ia pun mempertanyakan pengurangan anggaran tersebut.
“Kementerian Keuangan mungkin mengira kalau kemiskinan berkurang jadi (anggaran pengentasan kemiskinan) dikurangi. Seperti RST, tadi cukup berat tantangannya, ada ego sektoral di sini. RST ini kalau perlu kita ngotot, karena sangat bagus,” ujarnya.
Senada dengan Iskan, Fraksi Partai Golkar yang diwakili oleh John Kenedy Azis juga merasa prihatin atas turunnya anggaran Kemensos.
“Kemensos sudah kelihatan di tengah masyarakat, justru masih banyak teman-teman kita yang belum beruntung yang kita bantu. Terhadap RST, kalau bisa jangan dihentikan di 2023, khususnya yang sudah diasesmen,” katanya.
Selain Rumah Sejahtera Terpadu, kata Risma, dana penyelenggaraan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) untuk kelompok rentan turun dari Rp35 miliar menjadi Rp23,5 miliar.
Padahal, selama ini ATENSI digunakan untuk merespons cepat kebutuhan masyarakat oleh sentra-sentra Kemensos di daerah. Salah satunya yakni biaya operasional orang sakit, anak korban kekerasan seksual, dan kasus-kasus yang sifatnya mendesak yang membutuhkan penanganan cepat.
“Pada tahun 2022, Kemensos merespon 6.627 kasus melalui laporan masyarakat dan media monitoring,” ucap Risma.
Risma mengatakan program lain yang mengalami pemotongan anggaran yaitu pelatihan dan pendidikan untuk pemberdayaan masyarakat. Program ini bahkan tidak mendapatkan anggaran sama sekali pada pagu indikatif tahun 2024.
Kemensos pun menyayangkan hal itu. Pasalnya, pada 2023 Kemensos melalui balai diklat banyak memberikan pelatihan bagi masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan.
Beberapa di antaranya adalah pelatihan pengolahan daun kelor bagi kelompok penyandang disabilitas di Maumere NTT, pelatihan membatik dan menjahit untuk perempuan di Papua, dan berbagai pelatihan lain yang dilaksanakan di beberapa lokasi di Indonesia.
Oleh karena itu, Komisi VIII DPR RI berkomitmen mendukung agar Kemensos mendapatkan tambahan anggaran karena tidak ada istilah pengurangan anggaran meskipun angka kemiskinan berkurang.
“Harusnya Kemensos ditambah bukan dikurangi. Di jaman bu menteri, peta jalan menuntaskan kemiskinan sudah ketemu melalui kewirausahaan dan sebagainya. Maka komitmen negara sejatinya hadir,” kata anggota Komisi VIII Fraksi PAN Yandri Susanto.
Isu lain yang disoroti pada rapat adalah pemblokiran anggaran dan automatic adjustment sebesar Rp364 miliar. Beberapa kegiatan utama yang terimbas adalah program PENA, Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT), Bansos Kearifan Lokal, program keserasian sosial, honor pendamping di daerah.
Komisi VIII DPR mengaku memahami dan mendukung usulan penambahan anggaran Kemensos 2024 dan siap melakukan advokasi pada pembahasan anggaran bersama Banggar DPR RI.
Lebih jauh, Komisi VIII DPR mendorong penyaluran bantuan sosial PKH dan BPNT melalui PT Pos. Berdasarkan pengamatan langsung mereka di lapangan, para anggota legislatif melihat bahwa PT Pos lebih mudah diakses dan cepat dalam penyaluran.
Selain itu, Komisi VIII DPR juga meminta Kemensos untuk memperbaiki mekanisme penyusunan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) agar penyaluran dapat dilakukan secara tepat sasaran.
(sumber : cnnindonesia.com)